Hasil gambar untuk women niqab wallpaper
Kisah seorang mujahidin di front pertempuran Sahil Suriah.
“Saat itu terjadi peperangan yang sengit antara mujahidin dan milisi syiah nushairiyyah beserta sekutunya. Lalu pandanganku terbentur pada hal yang tidak akan pernah aku lupakan.
Tak seberapa jauh di hadapanku nampak seorang mujahid yang bertempur dengan gagah berani. Dia muntahkan peluru dari senjatanya ke arah barisan musuh.
Tanpa diduga sebuah ledakan menghantam tempat kami. Ternyata sebuah mortar musuh menghajar tepat di samping pemuda tersebut. Asap dan debupun menghambur dan menghalangi pandangan mataku.
Di balik kepulan asap dan hamburan debu aku mendengar suara rintih kesakitan. Setelah pandanganku mulai terbuka dan lebih jelas, kulihat pemuda itu jatuh terkapar di atas tanah dalam keadaan terluka parah. Kedua kakinya hancur berlumuran darah. Segera kuhampiri dirinya untuk memberi pertolongan. Tak kuasa menahan air mata aku melihat keadaannya.
Tak berapa lama datanglah mobil ambulans untuk melakukan evakuasi. Aku turut serta mengantarnya hingga ke rumah sakit. Sepanjang jalan aku terdiam membisu, pikiranku kacau. Hanya saja kubayangkan, alangkah sakitnya luka yang dirasakan oleh pemuda ini.
Kupandangi dirinya, mukanya mengkerut dan matanya memejam menahan sakit apalagi saat mobil bergoyang karena melewati jalan yang tidak rata dan berkelok. Kudengarkan dengan hati yang ngilu karena rintih kesakitannya.
Kemudian aku terkejut saat rintihan sakitnya berubah dengan suara takbir, “Allahu Akbar..Allahu Allahu Akbar!” Dan dia terus mengulang-ngulangnya, meski dalam serak sakit. Jujur, kurasakan ketenangan menjalari hatiku.
Selepas itu ia hentikan takbirnya, masih dalam suara lemah lisannya mengganti kalimat takbir dengan panjatan doa, “Yaa Allah jadikan luka-lukaku ini menjadi penebus segala dosaku!’
Kemudian ia kembali mengucapkan kalimat takbir. Setelah beberapa kali, ia hentikan takbirnya dan kembali memanjatkan doa, “Yaa Allah selamatkanlah saudara-saudaraku yang berada di garis depan pertempuran, jangan timpakan kepada mereka kesakitan seperti kesakitanku, teguhkan dan tolonglah mereka atas musuh-musuhnya!”
Sampailah kami ke rumah sakit. Diapun segera mendapatkan perawatan. Aku dan beberapa kawan terus menungguinya. Setelah mendapat izin, kami masuk menemuinya. Melihat kami, bibirnya menorehkan senyuman tulus. Saat kami mendekat, ia mencium kening kami satu persatu.
Ia berkata, “Maafkanlah aku yang telah merepotkan. Kalian pasti capek dan lelah karena mengurusiku.” Mendengar itu kami semua kembali menumpahkan air mata.
Katakanlah kepadaku, apakah kalian pernah mendapatkan pemuda seperti ini. Derajat iman seperti apa yang telah dicapainya? Sungguh betapa tulus hatinya. Aku berandai aku menjadi dirinya saat ini. Dan biarlah dia tetap keadaan selamat dan meneruskan jihadnya dengan tubuh sempurna.